Rabu, 28 Agustus 2013

My Cerpen "Hotel Tanpa Kamar"



Hotel Tanpa Kamar

            Di hari sabtu yang suram, karena mendung terdengar bel berbunyi tanda berakhirnya pelajaran di sekolah, hari itu aku pun bergegas pulang dan tak lupa memberi salam dan salim kepada bapak ibu guru. Aku ingat, bahwa sore hari itu kami sekeluarga yaitu aku, papa, mama, Haqqi dan Nawa akan berlibur ke Batu. Liburan itu adalah liburan rombongan yang terdiri dari seluruh karyawan dan bos papa yang ada di Surabaya. Pertamanya sih, keluargaku nggak pengen ikut tetapi karena kalau nggak ikut, gaji papa dipotong malah susah! Ya udah, akhirnya kami ikut, untung- untung gratis! Hehehe,..! . Setelah naik angkutan umum AJG dan oper  naik K1 bayar 2000, turun angkutan kulihat panas terik menyapaku sambil memberikan kehitaman pada kulit ini, walaupun letih, dehidrasi, dan pengen makan nasi, kusempatkan kaki ini berjalan melewati rel kereta api selangkah demi selangkah, ditengah aku pun disapa oleh penjual bakso langgananku yang biasanya dipanggil Pak Gundul karena orangnya memang gundul.”Waduuh, sudah lesu ya?” sambil tersenyum mengejekku. Aku pun menegakkan dada dan berjalan cepat sambil mengatakan “Nggak kok pak, aku nggak lesu kok!”, dengan kecepatan kilat ku melangkah, akhirnya sampai di rumah dan Alhamdulillah ya sesuatu aku selamat.  
Setelah sampai di rumah salam dan salim selalu kulakukan kepada orang tua, segera kucuci tangan dan kaki lalu mengambil segelas air, seentong nasi, dan beberapa sendok lauk. Sehabis makan dan minum, waktunya menyiapkan segala keperluan untuk berlibur. Sore hari itu aku dan mama mempersiapkannya. Setelah selesai waktunya  papa menelepon keponakannya yang bernama Mas Eko dengan handphone flexi milik mama, “Assalamualikum, Ko, aku nanti anterin naik mobil, mau liburan sama keluarga dan rombongan kerja ku ?”. “Iya, Lo, mau liburan kemana sih, kok rame- rame?” kata Mas Eko.”Ituloh, ke Batu.”kata papa. “Oalah, ke Batu kok rombongan! ” kata Mas Eko. “Ya memang orang Surabaya, wisatanya ke Batu” kata papa. “O iya ya, beres!”kata Mas Eko.        
            Setelah menunggu di rumah, akhirnya Mas Eko datang menjemput, di tengah perjalanan karena semuanya tidak tahu lokasi rumah makan tersebut, kami cukup kebingungan, yang kata papa belok kiri, kata mama belok kanan, dan kata Mas Eko lurus. Dari pada bingung mending berhenti aja! fikirku tak sabar. Akhirnya kami memilih pilihan Mas Eko, yaitu lurus, ternyata benar, kami sampai di rumah makan.
 Sesampainya di rumah makan. Kami pun berpamitan dengan Mas Eko sambil membawa tas koper besar yang berisi kebutuhan- kebutuhan saat liburan nanti dan menunggu rombongan dari Surabaya. Jadi waktu itu rombongan bus yang berisi rekan- rekan kerja dan bos papa naik bus di Surabaya sedangkan keluarga kami dan rekan kerja papa yang ada di Malang naik bus di Malang. Sambil menunggu bus tiba di Rumah Makan Inggil yang berada di Malang itu, aku, papa, Haqqi, dan Nawa melihat- lihat kedalam rumah makan tersebut, sementara mama menunggu di luar. ternyata disana ada sejarah – sejarah Kota Malang pada masa penjajahan dan foto- foto bangunan bersejarah, Disana juga ada alat- alat tradisional seperti bonang, gong, gendang, dan lain-lain. Tak terasa rombongan dari Surabaya itu pun tiba, kami pun menyantap hidangan – hidangan yang ada disana. Sambil menyantap makanan, kami dihadirkan dengan musik- musik yang bernuansa keroncong.  Begitu tenang hati ini mendengarkan lagu – lagu khas keroncong dengan suara gesekan- gesekan biola. Akan tetapi matahari sudah mulai meredupkan sinarnya, dan para rombongan juga sudah banyak yang menguap, itu bertanda bahwa mereka yang menguap sedang mengantuk. Padahal setelah itu, panitia dari rombongan Surabaya, akan mengajak kami bermain ke BNS (Batu Nigt Square) tetapi karena sudah banyak yang mengantuk dan tiba- tiba ada hujan menampakkan diri. Segera, kami semua masuk ke bus yang sudah tersedia dan pergi ke hotel yang ada di Batu.
            Setelah menempuh waktu yang lumayan lama, akhirnya kami semua sampai di hotel yang bernama Hotel Jambu Luwuk . Katanya sih, hotel bintang lima, tapi nggak tau paling hotel bintang tujuh, oh bukan sih bintang tujuh itu kan puyer buat menghilangkan rasa pusing. Yang ada dipikaranku, hotel itu seperti hotel kebanyakan yang bertingkat- tingkat seperti gedung, tetapi yang aku lihat hari itu hotelnya lebih berbentuk seperti vila- vila (rumah- rumah diatas gunung) ada ruang televisi, dapur, kamar mandi dan masih banyak lagi. Tapi tak apa yang penting aku dan keluargaku bisa tidur pulas sepulas- pulasnya. Lelah, lesu, capek membaur menjadi satu apalagi rombongan ini membawa masing-masing satu keluarga, jadi masing- masing keluarga itu  bingung sendiri karena tidak tau  vila mana yang akan ditempati, sedangkan keluarga kami santai saja, tetapi karena mungkin terlalu santai, malah kami yang tidak kebagian vila, setelah menunggu lama dengan sabar dan berikhtiar kepada Allah. Alhamdulillah, kami masih saja tidak kebagian vila. Setelah menunggu lagi kami masih saja tidak kebagian vila. Setelah ditanya kepada resep sionis, ternyata semua vila penuh. Karena semua penuh, akhirnya  kami yang diwakilkan oleh papa dengan batas kesabaran yang ada, memutuskan untuk meminta kasur kepada pihak hotel dan tidur di ruang televisi disamping dapur. Dan kami pun tidur pulas.
            Hari minggu pagi itu tiba, saatnya berenang di kolam renang yang terletak di depan vila. Vila yang aku tempati ruang tevisinya saja bernama Vila Makasar. Sebelum berenang lebih baik sarapan dulu deh, biar ada tenaga untuk berenang!. Selesai sarapan pagi  bersama, kami sekeluarga bergegas berenang dengan memakai kaca mata renang dan perlengkapan lainnya. Pertama kali aku masuk air, airnya sedingin es, sempat kakiku terasa kram dan tidak bisa kugerakkan, untungnya tidak tenggelam tetapi karena sudah di dalam kolam renang agak lama, jadi sudah tidak terasa lagi dingin dan kramnya, mungkin saat aku baru masuk kolam renang tubuhku masih menyesuaikan suhu dengan airnya. Akhirnya selesai berenangnya, saat aku hendak membuka pintu Vila Makassar ternyata  tidak bisa, dengan tenang, perlahan namun pasti kubuka pintu itu sekali lagi. Ehhh,… ternyata bisa, Alhamdulillah, lega rasanya.
            Sehabis mandi dan check out rombongan ini kembali melanjutkan wisata yaitu ke Jatim park 2 Batu. Karena cuaca kurang bersahabat, sampai disana malah semakin parah awan menangis- nangis dan meneteskan air hujan. Saat masuk ke dalam, aku melihat banyak sekali binatang mulai dari yang kecil sampai yang besar, dari yang terbang di udara sampai yang berenang di air, dari  yang lucu sampai yang mengerikan, meskipun dengan hujan rintik- rintik. Tetapi ini lebih baik dari pada di KBS (Kebun binatang Surabaya). Disana juga aku menemukan bayi harimau putih, dia sangat lucu dan mengemaskan. Diakhir perjalanan mengelilingi kebun binatang. Banyak permainan yang menungguku dan semuanya gratis. Tapi sekali lagi cuaca tidak bersahabat denganku,  aku hanya bermain wahana hizteria satu kali sampai hujan deras itu berhenti.
            Tak terasa perjalanan liburan itu sudah selesai. Sehabis makan siang rame- rame, alhamdulillah kami pulang dengan selamat meskipun kaki mama agak terkilir saat turun dari bus. Saat itu, mama baru turun satu kakinya, dan saat hendak kaki satunya lagi mau turun bus itu mendadak begerak maju. papa sangat marah kepada supir bus itu “Woi, liat- liat dong kalau jalan!”. Supir bus itu pun hanya terdiam dan merasa tidak tau apa- apa. Tapi untunglah setelah pijat urut sekarang mama sudah sembuh. Meskipun ada suka dan dukanya tapi liburan ini sangat seru dan membuat hatiku gembira

Sabtu, 29 Desember 2012

Kenangan Masa Lalu


My Cerpen

          Dulu setiap hari libur semesteran, waktu Ira umur kurang lebih 5 th , kalau ada kesempatan Ira sekeluarga yaitu Mama dan Papa pergi dari Jakarta ke Malang untuk berlibur ke rumah Kakek. Dirumah Kakek yang pertama kali ditemuinya adalah Kekek , Kakeknya dulu bekerja sebagai ahli mesin di perusahaan ternama di Malang dan sekarang sudah pensiun.
 Tiap bertemu Ira wajahnya selalu berseri-seri, dipeluknya badan Ira erat – erat sambil tersenyum memandangi wajah Ira yang setiap tahun bertambah dewasa.
Sampai suatu ketika karena Kakek sering minum kopi dan merokok  Ia punya penyakit Kencing manis. Sebulan sekali Kakek harus periksa ke dokter untuk menjaga kestabilan darahnya karena kalau kandungan gula didalm darah kurang, Ia akan kelemesan.
          Setelah beberapa tahun kemudian, umur Kakek semakin bertambah dan daya tahan tubuhnya pun semakin berkurang,Tiba- tiba Kakek Ira masuk ke rumah sakit. Setelah diselidiki oleh dokter ternyata Kakek sakit Paru- paru basah dan harus rawat inap. Bude Ira yang bernama Bude Ni menelpon Ira lewat telepon rumah miliknya.
Bude Ni       :“Assalamualaikum.” 
Karena yang mengangkat adalah Mama Ira, Mamanya pun yang menjawab telepon tersebut.
Mama Ira     :”Halo,Walaikumsalam. Ada apa ya Mbak Ni? ”
Bude Ni       :“Iniloh, Bapak mendadak sakit Paru- paru basah dan harus rawat inap.”
Mama Ira     :”Apa Bapak sakit Paru- paru basah!” (kaget)
Kemudian Ira pun mendengar teriakan Mama dan segera mendekati nya.
Ira              :”Ada apa ma?” (bingung)
Setelah Bude Ni menelepon Mama dan menceritakan hal itu hingga telepon ditutup.
Mama pun menceritakan kembali kepada Ira dan Papa. Tanpa berpikir panjang mereka bertiga pergi rumah Kakek.
          Perjalanan dari Jakarta ke Malang kurang lebih sehari, besoknya mereka sudah sampai di Malang dan langsung pergi ke rumah sakit tempat Kakek Ira dirawat. Setelah sampai Ira langsung berlari ke ruangan Kakek.
Ira              :”Kakek, Kekek nggakpapa kan !”
Kakek          :”Ira” (sambil menahan rasa sakit!)
Setelah mengobrol dengan Kakek, Ira pun tertidur sambil duduk dan bersender di tempat tidur Kakek.
          Malam hari Ira dibangunkan oleh Dokter untuk keluar ruangan karena di hadapan nya Kakek terlihat seperti koma dan kondisinya kritis. Ira pun langsung berlari ke luar ruangan sambil meneteskan air matanya. Dilihatnya di luar ruangan tampak Mama, Papa dan seluruh keluarga menunggu Dokter untuk mengetahui kondisi Kakek. Setelah cukup lama, Dokter keluar dengan wajah tak meyakinkan, Dokterpun berkata “Kakek sudah tiada.” Mendengar ucapan itu Ira dan seluruh keluarga menangis dan merasakehilangan akan Kakek yang telah meninggal. Ira mengingat semua yang Ia dan Kakeknya lakukan, sekarang  hanya tinggal kenangan masa lalu.


By Arafa Zahira